The Best Picture He Ever Saw

81qdulbmlEL

Saya membaca kisah ini secara tak sengaja. Setelah jenuh terus terusan menonton film non-stop selama seminggu, dan pusing melihat berbagai macam teknik visual, saya menyempatkan untuk membaca Granta No. 86 edisi Film. Bagi penggila film, Granta edisi ini sangat saya rekomendasikan.

 

Salah satu isinya, ya The Best Picture He Ever Saw tulisan Ian Jack. Awalnya, saya pikir The Best Picture hanyalah napak tilas dua orang tua menyusuri kenangan tentang masa kecil mereka disebuah kota dekil Farnworth, terletak antara Manchester dan Bolton. Ian bersama kakaknya Harry, mengunjungi kembali Farnworth pada Maret 2004 sejak mereka tinggalkan tahun 1952.

 

Ian Jack mulai berkisah bagaimana sinema memegang peranan penting di kota yang kepayahan beradaptasi dengan dunia modern itu.  “Farnworth had become a place of absences”. Ian dan Harry kemudian menyusuri 5 sinema yang pernah berjaya di kota itu. The Ritz, The Savoy, The Empire, The Hippodrome dan The Palace.

 

Ian mencatathow many among their audiences could have connected The Hippodrome to horse racing in ancient Greece, or the Rialto to Venice, Granada, and Toledo to Spain, The Lido to mediterranean bathing, the Colosseum to Rome….Not me certainly. Before they were anything else, they were the names of cinemas. Cinemas were what they described.

 

Tentu saja, daftar panjang kenangan dikisahkan Jack pada setiap sinema. Tempat mereka pertama kali menjadi ‘moviefreaks’, tempat ayah mereka pertama kali menonton film, dan banyak lagi serentetan ingatan.

 

Dan dari rangkaian peristiwa itu, yang paling diingat oleh Jack adalah peristiwa pada Senin, 2 Agustus 1943, dua tahun sebelum Ian Jack lahir. Jack belum lahir, ketika ayah, ibu, Harry dan Gordon, saudara laki-laki Jack yang lain, pada hari itu pergi menonton Arabian Nights di The Savoy. Sinema yang —pada saat Ian dan Harry berkunjung pada 2004– sudah menjadi sarang debu, laba-laba dan kenangan.

 

Ayah mereka mencatat kejadian itu :

Monday 2nd August 1943. Went to Savoy and saw Arabian Nights. Gordon told his Mummy it was the Best picture he‘d ever seen. I took his hand up Kildare Street on the way home. He was exceptionally cheerful and lively.

Tuesday 3rd August. Both complained of being ill. Gordon slipped back upstairs to bed but Harry went to school. He came home at dinner (lunch) time and went to bed. Gordon was very hot at night.

 

Dan seperti tak berhenti. Kejadian itu sambung menyambung. Ayah mereka mencatat 4 agustus, 5 agustus dan terus hingga…August 16, at 12.15 am, in Hulton Lane Hospital, Bolton, He dies.

 

The Best Picture kemudian tidak hanya jadi catatan perjalanan menyusuri kenangan. Ia juga menjadi catatan tentang rasa penasaran. Karena catatan ayahnya itulah, Ian Jack menyusuri perpustakaan-perpustakaan film di Inggris, mencari Arabian Nights, film terbaik yang pernah ditonton oleh Gordon, kakak yang tidak pernah dilihatnya.

 

…I had come here with thoughts of injustice, of how I could never see Gordon and yet —somewhere– the best and last film he ever saw would be as lifelike as ever, filled with people talking and moving. But now I saw it differently. The truth is ….. as for their lively images, if they have an infinite future it will be thanks to technicians in white coats, tending the chemichals that contain them. Always and everywhere, this unequal struggle to preserve and remember.

 

AKU

Leave a Comment